sound of heart

Minggu, 10 Oktober 2010

THE HOLIDAY STORY

Kisah ini berawal kala libur sekolah ku dimulai, dimana hari kemenangan akan datang, yah kemenangan bagi umat islam, 4 september 2010 malam yang buat ku berfikir akankah ku mudik..??. Mama orang pertama yang memaksaku untuk mudik, yah karena perintah dari orang tua aku pun menurutinya dan selain itu karena nenekku, ia satu-satunya orang tua dari ibuku yang masih hidup sehingga membuatku bertekad untuk mudik walau dalam keadaan kesal, aku mudik tidak dengan mama tapi dengan kakak dan bibi, paman, dan sepupu-sepupuku. Kami berangkat pukul 05:30 WIB, memang masih pagi namun tujuanku memaksa mereka berangkat sepagi itu ialah aku tak mau merasakan panasnya sengatan matahari di Lampung, dapatkah kalian bayangkan daerah terpencil dipesisir pantai yang berdebu dan gersang, mungkin itulah gambaran yang paling tepat untuk tanah kelahiranku itu. Namun aku tak mau dibilang sombong tapi ya memang itulah pada kenyataannya, bayangan-bayangan buruk tentang tanah kelahiranku itupun muncul dalam benakku.



Ketika diperjalanan menuju tanah kelahiranku itu aku bertengkar dengan seseorang, namun tidak secara langsung tapi by mobile. Hhmmm.. konyolnya aku sebelum masuk kedermaga aku mampir sebentar ke sebuah swalayan taukah kalian apa yang aku beli? Sebotol parfum wanita, namun sebelum aku memilih parfum tersebut aku mencoba-coba yang lain terlebih dahulu. Selama aku mencoba-coba parfum-parfum yang berjejer di deretan kosmetik aku menemukan sebuah parfum yang sangat khas bagi ku. Yah itu adalah aroma parfum my former, sungguh menyebalkan jika mengingatnya namun aku tetap saja teringat. Aku berbohong jika kesal mencium aroma itu, sesungguhnya aku suka aroma itu, sepanjang perjalanan aku menciumi aroma itu terus sehingga menjadikanku rindu akan dirinya. Inilah penyebabnya mengapa aku bertengkar dengan seseorang ketika ku berada diatas kapal. Kalian tentu tau siapa yang aku maksud dengan seseorang itukan? Aku kesal dibuatnya, untuk menghilangkan rasa kesal yang menjelajari seluruh tubuhku dari tadi malam hingga siang itu aku memperhatikan lautan yang terbentang luas seperti tanpa batas, bebas sekali. Angin berhembus dengan kencang hingga membuat rambut ku tersapu kebelakang. Aku rasa cukuplah amarahnya menemani ku selama setengah perjalanan laut ku, ku tatap jauh kedepan akankah ku sanggup menempuh ini semua? Tak disangka waktu berputar begitu cepat, kapal yang aku tumpangi telah bersandar aku pun turun menuju ruang khusus untuk kendaraan pribadi. Lagi-lagi aku dibuat kesal oleh kegiatan kakakku, di ruang yang penuh dengan kendaraan aku tersesat, aku mencari-cari dimana letak sepeda motor kakakku, dan taukah kalian dimana? Ternyata aku ditinggal di atas kapal, mereka semua telah turun dari atas kapal. Aku tak tau pantas atau tidak menyalahkan kakakku, namun ia telah membuat rasa kesal dalam benakku meluap.













Perjalanan belum selesai, perjalanan dilanjutkan dengan sepeda motor menuju kampung halaman ku. Aku tak tau apakah ini tingkah kakakku yang buat ku menjadi ingin marah atau karena masalah pribadiku yang tak dapat aku utarakan, ia mengendarai dengan kecepatan ekstra cepat hingga buat ku tak sanggup bergerak, mungkin jika ku dapat memilih aku akan memilih dibonceng oleh Valentino Rossi ketimbang dengan kakaku. Namun ada hal yang buat ku sedikit senang dengan sambutan tanah kelahiranku itu. Disana tak segersang saat mudik tahun lalu, ya karena setidaknya jalanannya kini telah rata dan nyaman untuk dipergunakan tidak separti tahun lalu, jalanan yang sangat kacau, debu, batu, ahh yang pasti bukan jalan yang baik. Akibat dari buruknya jalanan pada tahun lalu membuat banyak kendaraan terguling terutama kendaraan muatan berat (yah biar meraka sadar merekalah yang membuat jalan itu menjadi rusak karena muatan mereka yang over load).



Ketika tiba dirumah masa kecilku yang telah dirubah menjadi bangunan yang lebih minimalis, aku bertemu dengan bibi ku, aku menanyakan nenekku ternyata beliau ada disamping. Aku peluk erat ia, aku tutup matanya aku bertanya padanya “ hayo tebak siapa ini?” beliau lupa padaku, padahal aku adalah cucu yang paling lama ia rawat. Namun setelah aku buka matanya dan aku tersenyum padanya ia pun langsung ingat padaku. Aku adalah cucunya yang paling centil, itu yang ia ingat akanku. Walau sedikit tersinggung dengan kata ‘centil’ namun aku tetap menebar senyumku, beliau kini telah tua, berjalapun kini butuh bantuan sebuah tongkat. Sepertinya ia kini jarang mandi, terlihat dari wajahnya yang kusam. Atau karena ia telah lanjut usia sehingga terlihat kusam?. Sudahlah itu tak penting bagiku, tak seperti yang lainnya yang langsung tidur ketika tiba dirumah, aku malah pergi mencari sabun mandi (sebenarnya hanya alasanku), taukah kalian lagi-lagi aku tersesat, memang aku tak berbakat untuk bepergian. Jalan yang dulu biasa aku lalui kini telah dijadikan lahan kebun kelapa sawit oleh saudagar kaya di kampungku, konon katanya dulu ia pernah melamar ibuku tapi ditentang oleh kakekku karena beliau adalah orang bugis. Aku menelusuri setiap jalan kecil di kampung tersebut, akhirnya ku menemukan jalan yang dulu pernah ku lalui, tapi tetap menurutku jalan itu telah berubak yang dulu masih pasir putih kini pasir bercampur bebatuan.



Sore menjelang, ketika semua telah lekas mandi kami semua pergi berjiarah ke makam kakekku, kakek yang tak pernah ku tahu seperti apa wujudnya. Namun kata banyak orang beliau mirip sekali dengan kakakku yang pertama. Kami semua duduk di tepian, mengitari bibir makam mendoakan keselamatan baginya semoga Tuhan memaafkan semua kekhilafan yang pernah beliau lakukan dan ketika matahari telah tak menampakan dirinya lagi kami barulah pergi meninggalkan makam tersebut dalam keadaan telah ditaburi bunga. Semua menunduk tak tau apa maknanya namun aku ikut-ikut saja agar tak terlihat aneh. Namun tetap saja aku terlihat aneh, karena hampir semua pengunjung menatapku keheranan, entah apa yang membuat mereka heran namun bagi ku biasa. Perjalanan pulang dari makam berlangsung biasa-biasa saja, setiba dirumah kami langsung menyantap hidangan berbuka puasa yang terakhir kalinya. Malam takbir pun telah tiba, takbir bergema dimana-mana, ada pawai takbir namun tak seseru dan seindah masa kecilku, kini hanya orang yang beramai-ramai menggemakan takbir sambil berkeliling kampung. Tapi pada masa kecilku, takbiran adalah malam yang benar-benar ditunggu-tunggu oleh setiap anak kecil, ada masjid yang di bentuk entah dari apa namun terlihat indah dan di bawa oleh mobil besar, ka’bah yang dihias-hias dan rombongan gajah sebagai cirri khas kampung kami Lampung, dan rombongan yang sangat banyak dan dengan keras menyerukan suara takbir. Malam takbir saat itu adalah malam yang menyedihkan bagi ku, lagi-lagi aku terkena masalah, Hendri dan kakakku bertengkar hanya gara-gara aku lupa memberitahu kakakku jika aku menghubunginya. Kakakku marah padaku, aku pun marah padanya, kami sama-sama marah. Dan Hendri marah padaku yang pasti aku merasa akulah yang bersalah. Malam takbir yang biasanya aku tersenyum saat itu aku malah menagis. Malam telah berlalu tiba-tiba ayam dibelakang rumah berkokok, tak seperti di Cilegon yang membangunkan adalah alarm. Aku pun bangun, kesialan yang tak berujung aku mandi bagian paling terakhir, dan rasanya sangat dingin sekali apalagi yang dari tadi pagi?. Aku bergegas mengambil air wudhu dan kami berangkat menuju masjid untuk menunaikan ibadah solat idul fitri, aku bertemu dengan teman-teman semasa kecilku, lagi-lagi aku terkena sial mereka memakai bahasa jawa halus aku tak mengerti. Jangankan yang halus yang kasar saja aku sudah lupa, dengan logat a-i-u-e-o ku yang tak jelas mereka hanya tersenyum melihatku. Aku menjadi pusat perhatian, mengapa demikian? Karena mukena yang aku pakai sangat cerah, orange. Aku lupa tak membawa mukena sehingga ku meminjam milik bibiku, untung saja tak kebasaran. Selesai solat kami pulang, aku mencoba-coba baju yang aku pilih sendiri ketika belanja di Ramayana, akhirnya aku putuskan untuk memakai baju lengan panjang berwarna putih dan jins abu-abu dan sandal yang cukup nyaman untuk ku pakai. Sebelum bepergian aku meminta maaf terlebih dahulu kepada semua orang yang telah ada di rumah setelah itu aku menentukan tujuanku. Tempat pertama yang aku datangi adalah rumah mertua pamanku, aku tak tau aku harus memanggilnya ibu atau nenek atau apa yang pasti aku bingung karena anaknya pun ada yang seumuran denganku. Namun jika dilihat dari umur harusnya dipanggil nenek. Perjalanan dilanjutkan ketempat saudaraku yang sangat jauh, aku tak tahu apa nama tempat yang pasti sangat jauh, aku meminta kepada kakakku untuk aku yang membawa motornya, dan untungnya ia mengijinkan. Setiba disana kami disambut dengan hangat. Kami tak berlama-lama disana, kami melanjutkan perjalanan menuju rumah sahabat kakakku yang kedua. Taukah kalian kehadiranku membawakan tangis, mereka memelukku dengan erat, dan menciumi ku seperti anak kecil. Namun ya sudahlah mungkin mereka rindu padaku, walau aku ini meyebalkan setidaknya ada orang-orang yang masih merindukanku. Karena aku telah merasa lelah karena dari kemari tidak beristirahat aku meminta kepada kakakku untuk lekas pulang, ya kemudian kami meminta izin untuk pamit pulang, aku tak di izinkan pulang sempat kesal kenapa hanya diberi pelukan dan ciuman mana ampaunya? Hehehe,, aku mengharapkannya, semenjak aku SMA aku tak diberi lagi uang tangan sebagai tanda rasa saying mereka. Tak lama kemudian merekapun menyerah dan mengizinkanku pulang. Setiba dirumah tahukah kalian apa yang aku dapat? Hehehe dua lembar kertas rupiah berwarna biru, puji syukur ku panjatkan kepada allah yang telah mengabulkan doa ku.

























Pukul 14:35 WIB aku dan kakakku pamit pulang ke Cilegon, entah apa yang membuat kakakku memaksaku untuk pulang cepat, padahal aku ingin berlama-lama di kampung kelahiranku itu. Karena aku takut ia marah lagi seperti waktu malam aku pun mengiyakannya. Perjalanan yang tak begitu buruk bagiku, namun awal perjalanan yang menyebalkan, selama awal perjalanan aku diceramahi banyak sekali tentang perasaan, jujur saja saat itu bukanlah saat yang tepat bagi kakakku untuk mengeluarkan semua unek-unek dalam benaknya karena aku baru saja senang, namun aku hanya menjawab iya dan o ketika ia berceloteh tentang ini itu. Ketika dipertengahan jalan ia berhenti dan memintaku untuk mengendarai sepeda motor itu, tentu hal yang menyenangkan bagiku. Aku membawanya dengan santai dan sambil bernyanyi tanpa memperdulikan orang disekelilingku. Kakakku telah sering mengingatkanku untuk mengecilkan suaraku agar tak mengganggu orang lain namun aku tetap saja bernyanyi sesuka hatiku. Aku senang dengan kegiatanku sendiri dan kakakku terganggu dengan kegiatanku jelas dari kedua tangannya yang menutup wajahnya dengan kesal. Aku mendapat tantangan baru dari seorang pengemudi wanita yang menyalipku, aku tak terima aku balas menyalipnya dengan suara klakson mengiringi dan ia pun tak mau kalah ia menyalipku kembali dan melakukan hal yang sama memberi suara klakson yang tak kalah kerasnya, aku kesal dengan kegiatannya itu aku pun membalasnya kembali aku menyalipnya di tanjakan dan memberi klakson yang menurutku itu sangat mengganggu, namun ia malah tertawa yah memang ku akui akupun tertawa dengan kegiatan konyolku itu, dan tak luput kakakku pun menertawakan tindakan bodohku itu. Ketika hampir tiba didermaga aku mampir sebentar ke sebuah swalayan kali ini bukan untuk membeli sebotol parfum kembali melainkan membeli banyak cemilan untuk dikapal. Harga cemilan di kapal bisa lebih mahal ketimbang di darat jadi untuk menghemat biaya aku membelanjakan sebagian uang yang telah diberikan oleh pamanku tadi siang ketika kami masih di rumah dengan cemilan yang kebanyakan berasal dari keju dan coklat dan dua botol minuman soda dan sebotol minuman the instant. Alasan aku membeli makanan yang berasal dari keju dan coklat adalah agar kakakku tak mengganggu acara bahagia ku, kakakku benci susu keju dan juga coklat baginya makanan yang berasal dari mereka dalah makanan yang membuat perut mual dan sakit. Hari yang menyenangkan itu bagi ku, siang itu Hendri telah meminta maaf padaku dan aku pun juga, kami pun bercanda-canda kembali, keadaan laut pun tenang sehingga aku dapat melihat semuanya dengan jelas di tambah lagi dengan ikan lumba-lumba yang tiba-tiba muncul ke atas permukaan air laut padahal biasanya tak ada ikan yang menampakan dirinya keatas permukaan namun hari itu dunia serasa berpihak padaku, lagi-lagi Allah mengabulkan doaku, aku menumpangi kapal Jatra I, sesuai dengan apa yang aku harapkan kemarin. Waktu berjalan menuju ke sore, dan kamipun telah bersandar di pelabuhan Merak, seluruh penumpangpun turun, untuk kali ini aku takkan tertinggal lagi di atas kapal sendirian seperti orang hilang. Kami tidak mampir kemana-mana kami langsung pulang menuju rumah, setiba dirumah mama sedang mandi dan papa sedang duduk di depan toples kue-kue yang cukup banyak untuk aku lahap sendiri, aku langsung menuju gudang istimewaku (kamar ku), aku menyebutnya gudang karena semua barangku ada didalam ruangan yang sangat kecil itu, ingin rasanya aku mengeluh namun aku tak pantas untuk menyesalinya. Ini adalah takdir dan nasibku yang harus aku jalani bukan aku sesali. Aku tertidur sejenak di tempat ku biasa menangis, marah, tertawa, senang, kecewa, dan banyak ekspresi yang terjadi didalamnya. Oia satu rahasia yang mama tak tahu, di kamar itu jugalah pertama kali aku menerima seseorang. Setelah solat magrib usai aku pergi ketempat bude untuk silaturahmi dan encicipi kue-kue yang ada disana, namun sepertinya bukan waktu yang tepat bagiku untuk melahap semuanya karena disana ada seseorang yang tengah kecewa dan marah, mau tidak mau aku harus menghargai perasaan yang tengah saudaraku rasakan itu. Aku terdiam mendengar semua celotehannya, jujur aku paling benci mendengar orang menggunjing orang lain sedangkan ia belum tentu lebih baik dari orang yang ia gunjing. Di depannya aku hanya terdiam dan meresapi setiap kata-kata yang ia ucapkan, dank arena sudah cukup malam aku meninta izin untuk pulang padahal alsanku selain malam adalah karena aku tak mau lama-lama mendengar orang yang mengomel-ngomel. Setiba dirumah ternyata paman dan bibiku pun telah tiba dan sepupu-sepupuku tengah tertidur pulas, ternyata masalah yang tengah terjadi adalah salahnya informasi yang didapat dan salah paham yang tak jelas apa yang dipermasalahkan. Lebaran kedua makan, makan, makan dan makan itu yang kulakukan. Aku baru sadar jika mama sudah tidak ada di rumah, aku bertanya pada kakakku, ternyata mama dan papa sudah pergi ke Lampung sejak tadi pagi, perasaan aku bangun pagi lalu sepagi apakah mama dan papa pergi? Tapi ya sudahlah, aku merasa lapar tapi tak ada nasi aku melihat kulkas hanya makanan yang buat selera makanku hilang, terpaksa dan terpaksa aku harus memasak terlebih dahulu. Pertama aku siapkan stu mangkok beras aku cuci, jujur aku bingung harus aku apakan terlebih dahulu beras tersebut, aku pun mencba untuk merbusnya yah memang mungkin itu adalah tahap awalnya namun aku rasa salah karena nasinya sudah keburu hangus dan aku tak dapat memakannya jangankan aku, ayam di kampungku pun pasti enggan untuk memakannya, aku coba kembali memasak nasi dengan takaran yang lebih banyak, aku memasak dua mangkok, aku coba seperti yang pertama namun tidak seperti yang pertama, ketika airnya sudah habis aku segera mengangkatnya takut keburu hangus kembali, ku masukan aruan nasi tersebut kedalam wadah pananak nasi dan aku tunggu hingga masak, sambil menunggu nasi masak aku memasak lauk pauknya, tak banya hanya ikan balado dan tumis kacang, karena hanya itu yang dapat ku lakukan. Ketika sudah masak aku lahap semuanya hingga perutku merasa sudah cukup.





Ketika malam menjelang mama telah tiba dirumah, mau makan tapi tak ada nasi, mau masak gas sudah ku habiskan untuk percobaanku, akhirnya mama memakan makanan yang ia bawa dari Lampung, untung bibiku membawa lontong buatannya di Lampung jadi kami tidak akan mati hanya karena kelaparan. Setelah hari itu semuanya berjalan normal bahkan bias dibilang biasa saja keran rutintas kami sudah kembali seperti biasa, mama dagang, papa bisnis, kakak menbantu papa, dan aku sibuk dengan kegiatan-kegiatan yang aku pun tak tau apakah itu dapat disebut dengan kegiatan. Kegiatanku adalah makan, tidur, dan baca novel, dan sedikit membantu mama karena proses jual belinya belum begitu lancar jadi aku rasa bias dibilang mama belum berdagang hingga aku masuk sekolah.



















Hei, ada yang hampir aku lupakan, lebaran entah yang keberapa, aku naik kereta. Itu adalah kali pertama aku naik kereta, kereta yang aku tupangi menuju tanah abang. Aku pergi bersama Uswa teman karib ku, taukah kalian aku nyasar ditengah perjalanan. Sudah kubilang dari awal aku memang tak berbakat untuk bepergian. Jadi lain kali aku takkan mengulanginya kembali. Perjalanan kami cukup rumit, padahal menurutku tempat kami nyasar tidaklah begitu jauh hanya saja perkampungan jadi sedikit sulit untuk akses keluar. Pertama kami turun di stasiun citeras, lalu kami sisuruh ke terminal Mandala, namun mobil yang kami cari telah habis sehingga memaksa kami untuk naik angkutan yang lain. Kami meminta petunjuk kepada polisi, kamu di stopkan sebuah kendaraan. Meuju Pandegelang setelah itu kami di tunjukan menuju serang setelah itu barulah kami terbebas karena kamu tahu setelah terminal Pakupatan ialah Merak. Kami pergi dari jam 14:00 dan tiba dirumah pukul 20:30 waktu yang terbuang sia-sia dan uang yang hilang entah kemana. Namun kami mendapatkan pengalaman yang luar biasa “MENYASAR DI STASIUN CITERAS” hal yang konyol namun aku suka. Uang simpanan dan uang yang dikasih oleh paman habis jadi tak ada sisa. Ya Allah aku melupakansatu lembar kertas berwarna biru yang diberikan oleh bude kemarin ketika aku main kerumahnya, yah itulah sisa uangku sekarang. Dan uang itu pun akan segera hilang karma untuk mengerjakan tugas-tugas sekolahku yang sudah siap untuk menjemputku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

aku siap terima semua komentar kalian